Bismillaah,
DOOM SPENDING
'Doom’ bisa diartikan sebagai kehancuran atau malapetaka. Sedangkan 'Spending,’ bisa diartikan sebagai pengeluaran atau belanja.
Doom Spending, menggambarkan sebuah perilaku konsumsif berlebihan, sebagai bentuk pelarian dari stres, kecemasan atau ketidakpastian masa depan. Fenomena ini sering menghinggapi Generasi Z (Gen-Z), generasi yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012.
Ketika mereka merasa tertekan, gelisah, atau depresi, mereka mencari pelarian dalam aktivitas konsumtif. Meski, mereka benar-benar tidak membutuhkan untuk belanja atau membeli barang atau jasa tersebut.
Di sisi lain, ada pandangan mereka bahwa ‘hidup untuk saat ini saja’ (You only live once), yang marak di kalangan milenial akibat ketidakpastian masa depan. Pandangan ini membuat mereka lebih fokus untuk menikmati kehidupan saat ini dibandingkan mempersiapkan kebutuhan masa depan.
Akhirnya, mereka sangat gemar bergaya hidup Triple F (foods, funs, fashions), seperti makan minum, pakaian, hiburan, perjalanan, barang-barang mewah sebagai bentuk penghargaan diri (self reward) atau pelarian dari tekanan hidup sehari-hari.
Islam melarang keras perilaku hidup konsumtif, karena berdampak pada sifat sombong, riya,’ israf dan tabzir. Allah tegaskan seperti berikut, "Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebih-lebihan (israf). Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan." (QS. 7:31).
Dalam kondisi apapun, Rasulullah SAW. tidak menyukai orang-orang yang berlebihan (israf) dalam hidupnya. Seperti diriwayatkan dari Anas Malik RA, Rasulullah bersabda, “Salah satu ciri berlebihan (israf), kamu makan setiap yang kamu inginkan.” (HR Ibnu Majah).
Dari pesan yang tersirat dan tersurat di atas, dapat dimaknai agar kita tidak membelanjakan harta dengan boros, tapi juga tidak pula berlaku pelit atau kikir. Firman-Nya, “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan (boros) dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS. 25:67).
Makna hidup sederhana adalah sikap pertengahan antara sikap pelit dan boros. Jangan pernah menjadi orang yang pelit terhadap diri sendiri dan keluarga, serta tidak mau membantu orang yang membutuhkan. Di waktu yang sama, jangan pula menjadi pemboros, yang menghambur-hamburkan harta untuk hal-hal yang dilarang Allah. (QS. 17:29).
Dari fenomena 'doom spending' di atas, ada pelajaran mahal untuk bisa diteladani oleh generasi Z (Gen-Z), termasuk para orang tua (Gen-X dan Gen-Y), seperti berikut.
Kisah sahabat Mus’ab bin Umair, anak seorang tajir (crazy rich) di Mekkah. Ditinggalkan semua fasilitas mewah hidupnya dari orang tuanya ketika itu. Dia lebih memilih hidup sederhana dan pandangannya jauh menatap kampung akhirat, tidak tergoda nikmat dunia yang fana. Firman Allah, ”Katakanlah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu nilainya kecil. Nilai akhirat jauh lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa da kamu tidak akan dizhalimi sedikitpun.” (QS. 4:77).
Ada kisah seorang tabi’in, yang tidak dikenal oleh penduduk bumi tetapi sangat dikenal oleh penduduk langit, dialah Uwais Al-Qarni. Meski tak sepopuler sahabat lainnya, tapi begitu istimewa karena ketaatannya pada Allah, hidupnya penuh kesederhanaan dan jauh dari kemewahan dunia.
Uwais Al-Qarni menolak segala bantuan meski hidupnya miskin. Pernah Umar bin Khattab memberinya uang untuk membantu biaya hidupnya. Uwais menolak dengan lembut seraya berkata, "Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari berikutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi."
Juga ada kisah Abu Dzar Al-Ghifari, seorang pelopor hidup sederhana yang membenci kemewahan dunia. Sikap inilah yang mengilhami tokoh-tokoh besar selanjutnya, seperti Hasan Basri, Ahmad bin Hanbal, Ibnu Taimiyah, dan lainnya. Karena itulah, tak berlebihan ketika sahabat Ali bin Abi Thalib pernah berkata: "Saat ini, tidak ada satu orang pun di dunia, kecuali Abu Dzar, yang tidak takut kepada tuduhan yang diucapkan oleh banyak orang, bahkan saya sendiri pun bukan yang terkecuali."
Terakhir, beberapa solusi dari ‘doom spending’ yang ditawarkan Islam adalah pertama, menghindari israf atau pemborosan. Kedua, qana’ah, menjadi kunci untuk melawan dorongan untuk terus membeli barang-barang yang tidak diperlukan. Ketiga, zuhud, bukan berarti meninggalkan dunia, tetapi sikap yang menghindari kecintaan berlebihan terhadap dunia dan harta benda. Dan keempat, sedekah, dengan berbagi, seseorang tidak hanya mendapatkan pahala, tetapi juga menghindarkan diri dari sikap boros dan konsumtif.
Simpulan
Menjauhi gaya hidup berlebihan (israf), akan meghadirkan gairah hidup yang lebih tenang dan bermakna. Israf bukan hanya masalah ekonomi, tetapi juga masalah spiritual yang sangat berperan untuk mejauhi kemewahan hidup dunia yang sesaat.
Wallahul Musta’an …
-------------------------------------------------------------------
Oleh : Drs. H. Nur Alam, MA | Praktisi Pendidikan, Jum’at Penuh Berkah, 10 Rajab 1446 H./10 Januari 2025 M. Pukul 05.10 WIB.