MENYOAL DEEP LEARNING
Oleh IDRIS APANDI
(Praktisi Pendidikan)
Saat ini sedang trending informasi terkait dengan “kurikulum deep learning”. Istilah deep learning muncul saat Mendikdasmen Abdul Mu’ti berbincang-bincang santai dengan sekelompok pemuda atau mahasiswa di sebuah ruangan. Pada video yang beredar di media Tik Tok itu, Pak Mu’ti menjelaskan terkait pengertian dan karakteristik deep learning, mindful learning, meaningful learning, dan joyful learning sebagai upaya meningkatkan mutu pembelajaran yang digagasnya.
Konsep deep learning sudah muncul sejak tahun 1980-an dan diteliti lebih lanjut seiring berkembangnya teknologi dan informasi tahun 90-an. Deep learning adalah cabang dari kecerdasan buatan (AI) dan machine learning yang memanfaatkan neural network multiple layer untuk menyelesaikan tugas dengan ketepatan tinggi. (Pengantar Dasar Deep Learning karya Rometdo Muzawi, 2024:29). Penerapan deep learning pada komputer memungkinkan untuk mengolah data serupa dengan cara kerja otak manusia.
Pasca video tersebut beredar di media sosial, lalu muncul isu atau anggapan di masyarakat bahwa kurikulum merdeka akan diganti dengan kurikulum deep learning. Dalam beberapa kesempatan, Pak Mu’ti menyampaikan bahwa deep learning (pembelajaran mendalam) bukanlah kurikulum, tetapi pendekatan pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam memahami sebuah materi ajar secara mendalam. Bisa saja materi yang dipelajari siswa sedikit, tetapi pemahamannya terhadap materi tersebut mendalam, sehingga mereka benar-benar menguasainya.
Deep learning ditunjang oleh 3 pilar, yaitu mindful learning, meaningful learning, dan joyful learning. Mindful learning yaitu pembelajaran yang mengaktifkan siswa, fokus pada proses belajar, dan membangun kemampuan berpikir kritis siswa. Meaningful learning, yaitu pembelajaran yang bermakna. Dalam hal ini siswa belajar tentang suatu hal bukan hanya secara teoretis saja, tetapi juga secara praktis, mengalami secara langsung, dan bersifat kontekstual. Siswa bukan hanya tahu materi ajar, tetapi juga paham dan memiliki kesan yang mendalam, sehingga mereka memiliki memori jangka panjang terkait dengan materi yang telah dipelajarinya.
Sedangkan joyful learning, yaitu pembelajaran yang menyenangkan. Maksud dari menyenangkan dalam hal ini adalah bukan pembelajaran yang isinya didominasi oleh permainan atau ice breaker yang membuat siswa tertawa dan bersenang-senang, tetapi siswa merasa senang terhadap proses belajar yang telah dilaluinya. Belajar menjadi sebuah pengalaman yang sangat berharga dan berkesan bagi mereka. Hal ini tentunya tidak lepas dari peran guru dalam menciptakan suasana yang menyenangkan tersebut.
Terkait dengan isu pergantian kurikulum merdeka, Pak Mu’ti menegaskan bahwa belum ada pergantian kurikulum. Kurikulum yang berlaku saat ini masih kurikulum merdeka. Walau demikian, Kemdikdasmen saat ini sedang melakukan kajian dan evaluasi terkait dengan kurikulum merdeka melalui masukan dari berbagai pemangku kepentingan dan para ahli.
Pernyataan Pak Mu’ti hanya terkait deep learning sebagai sebuah teori dan pendekatan pembelajaran menjadi sebuah pemantik yang masih perlu dibedah dan didiskusikan lebih lanjut. Deep learning secara teknis operasional harus lebih dijabarkan dalam strategi dan metode pembelajaran. Jangan sampai para guru menjadi bingung dengan istilah tersebut.
Jika ditelaah dari sisi konsep dan paradigmanya, deep learning mengedepankan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student centre), memperhatikan keberagaman kemampuan dan karakteristik siswa (pembelajaran berdiferensiasi), pembelajaran yang bersifat kontekstual, pendekatan konstruktivisme, pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM), membangun kemampuan berpikir kritis (critical thinking), membangun kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills/HOTS), dan menerapkan pendekatan saintifik melalui pembelajaran inquiry, discovery, eksperimen, pembelajaran berbasis masalah, dan pembelajaran berbasis proyek. Intinya, siswa diberikan kesempatan yang luas dan leluasa untuk mengamati, mengeksplorasi, menganalisis, dan mengambil kesimpulan dari materi yang dipelajarinya.
Masih rendahnya kemampuan literasi sebagian besar siswa dan kemampuan didaktik-metodik guru yang beragam menjadi tantangan dalam mengimplementasikan deep learning. Deep learning sebagai konsep yang abstrak perlu dikonkritkan melalui penjelasan dengan bahasa yang lebih sederhana dan mudah dipahami oleh guru. Apakah nantinya deep learning menjadi kerangka pemikiran perubahan kurikulum pendidikan? Kita tunggu saja perkembangannya dengan tetap berpikir optimis dan konstruktif.