WHERE IS OUR POSITION?



 

WHERE IS OUR POSITION?

 Bismillah,

Siapkah sebenarnya kita di sisi Allah? Apakah kita hamba-Nya yang baik, kurang baik atau tidak baik? Pertanyaan ini harus dijawab, untuk introspeksi diri kita.

 

Lebih lanjut, di mana posisi kita (Where is our position) sebenarnya? Apakah kita hamba Allah yang dekat dengan-Nya? Disayang oleh-Nya. Dimasukkan dalam surga-Nya? Atau diharamkan dari neraka-Nya?

 

Imam Ibnu Atha’illah menjelaskan, ”Kalau mau tahu kedudukan kita di sisi Allah, lihatlah di mana Dia menyibukkan kita?.” Pertama, ”Ketika kita disibukkan dengan dzikir, maka ketahuilah bahwa Allah ingin selalu mengingat kita?”

 

Kedua, “Ketika kita disibukkan dengan membaca Al-Qur’an, maka ketahuilah bahwa Allah ingin berbicara dengan kita.” Ketiga, “Ketika kita disibukkan dengan ketaatan-ketaatan, maka ketahuilah bahwa Allah ingin mendekatkan kita kepada-Nya,”

 

Keempat, “Ketika kita disibukkan dengan membaca do’a, maka ketahuilah bahwa Allah ingin memberikan sesuatu kepada kita.” Kelima, “Ketika kita lebih disibukkan dengan urusan dunia, maka ketahuilah bahwa Allah ingin menjauh dari kita.” Dan keenam, “Ketika kita lebih disibukkan dengan urusan akhirat, maka ketahuilah bahwa Allah ingin mendekati kita.”

 

Keenam penjelasan Imam Ibnu Atha’illah di atas, hanya dibatasi untuk menilai diri kita sendiri, bukan untuk menilai orang lain. Kalau digunakan untuk menilai orang lain, maka hindarilah jauh-jauh, karena akan menjadi ‘ujub dan takabbur dalam diri ini.

 

Jadi di mana posisi kita di sisi Allah? Posisi kita adalah di mana ketika Allah menyibukkan kita. Posisi kita di sisi Allah, seperti ditegaskan dalam firman-Nya, “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu.” (QS. 49:13).

 

Sebagian kita memahami ‘di sisi’ Allah adalah semata-mata ketika di akhirat nanti. Tidak sama sekali. Sesungguhnya posisi atau derajat manusia di sisi Allah berlangsung ketika mereka masih berada dalam kehidupan dunia ini.

 

Akibat pemahaman yang keliru itu, banyak di antara kita yang berani melakukan perbuatan yang dilarang Allah, karena tidak merasakan ‘di sisi’ Allah. Padahal Allah Maha Mengetahui, Maha Melihat dan Maha Mendengar

(QS. 40:44).

 

Di sisi lain, Imam Hasan Bashri mengatakan, “Termasuk tanda bahwa Allah berpaling dari seorang hamba adalah Dia menjadikan hamba tersebut sibuk pada hal-hal yang tidak bermanfaat baginya.”

 

Beliau melanjutkan, “Mereka adalah orang-orang yang hina di hadapan Allah, sehingga mereka bermaksiat kepada-Nya. Sekiranya mereka adalah orang-orang yang mulia di hadapan Allah, niscaya Allah akan menjaga mereka. Apabila seorang hamba telah hina di hadapan Allah, maka tak seorangpun akan memuliakannya”. Firman Allah, “Dan siapa yang Allah hinakan, tidak seorangpun akan memuliakannya.” (QS. 22:18).

 

Ada dua hal yang terjadi pada seorang hamba jika Allah menghinakannya. Pertama, Allah cabut nikmatnya beribadah, padahal sandang, pangan, dan papannya tercukupi. Karena berat baginya beribadah, Allah cabut nikmat beribadah darinya. Kedua, Allah sibukkan ia dengan berbagai perkara yang tidak bermanfaat.

 

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berkata, “Jika dirimu tidak disibukkan dengan hal-hal yang baik, pasti akan disibukkan dengan hal-hal yang bathil.” Karena manusia hanya akan mengerjakan satu dari dua hal tersebut. Jika tidak mengerjakan kebaikan, pasti mengerjakan keburukan. Begitu pula sebaliknya.

 

Ada hal yang paling membahayakan, merugikan, bahkan rusaknya seseorang adalah ketika dia tidak pernah tahu di mana posisinya? Siapa dirinya? Apa tugas pokok dan fungsinya? Dia tidak pernah tahu, mana kebaikan dan keburukan?

 

Maka, berbahagialah ketika Allah menyibukkan kita dengan kebaikan-kebaikan, karena Allah ingin selalu mengingat kita, Allah ingin berbicara dengan kita, Allah ingin mendekatkan kita kepada-Nya, Allah ingin memberikan kita sesuatu dan Allah ingin mendekati kita.

 

Siapapun, yang posisinya di sisi Allah sedang disibukkan dengan kebaikan-kebaikan, sungguh dia sedang menjemput ridha Allah, bukan manusia. Karena manusia bisa menghapus semua kebaikan karena hanya satu kesalahan. Tapi, Allah bisa menghapus semua kesalahan karena hanya satu kebaikan. 

 

Simpulan

 

Posisi kita di sisi Allah adalah ketika Allah menyibukkan kita dengan kebaikan-kebaikan. Sebaliknya, ketika kita disibukkan dengan perkara-perkara yang tidak bermanfaat.

Wallahu A’lam …

------------------------------------------------------------------

Oleh : Drs. H. Nur Alam, MA, Jum’at Penuh Berkah, 9 Rabi’ul Akhir 1446 H./11 Oktober 2024 M. Pukul 05.10 WIB.

 

Bagikan :