Selamat datang di SMA Islam PB Soedirman 2 Bekasi

RIGHT OR WIN

 

Bismillaah,

 

                       RIGHT OR WIN

 

Oleh : Nur Alam

 

Setiap kali memilih pemimpin, kita dihadapkan pada sosok pemimpin yang benar atau yang menang (right or win). Demikian pendapat seorang Kyai Hasan Abdullah Sahal.

 

Dalam sebuah Forum Pertemuan (Multaqa) para Alumni Universitas Madinah se-Asia Pasifik, di Jakarta, (10-12/1/2023), beliau menjawab tegas pertanyaan salah satu santrinya, “Pilihlah pemimpin yang benar, bukan yang menang.”

 

Mengapa demikian? “Antum mau pilih yang benar atau yang menang?.” Kiyai Hasan balik bertanya ke santrinya. “Kalau pilih yang benar belum tentu menang, dan kalau pilih yang menang belum tentu benar,” ucapnya tegas tapi bijak.

 

Lebih lanjut, “Kalau memilih yang benar, hisabnya ringan di akhirat. Kalau tidak menang di dunia, hanya kalah sebentar. Bayangkan di akhirat, hisab yang berat bagi yang salah memilih jalan, termasuk jalan politik.” Begitu petuah emas Kyai yang punya hobby sepak bola sampai sekarang.         

 

Beliau lebih menegaskan lagi, “Jangan ikuti orang benar, karena bisa jadi besok dia salah. Tapi ikutilah kebenaran, maka Antum akan tahu siapa yang benar.”

 

Hari ini, orang-orang berebut kedudukan dan prestige hidup. Mereka memandang, bahwa jabatan formal maupun informal di negeri ini menjadi sebuah ‘aset’. Yah aset keuntungan, kelebihan, kemudahan, kesenangan dan setumpuk privilege lainnya.

 

Tak peduli dengan cara benar atau menang, menjadi presiden, kepala daerah, gubernur, bupati, walikota, legislatif, direktur, komisaris dan sebagainya adalah obsesi segelintir orang. Mulai dari level akademisi, politikus, purnawirawan, birokrat, pebisnis, tokoh masyarakat, bahkan sampai artis (QS. 2:42).

 

Suatu ketika sahabat Abu Dzar A-Ghifari, meminta sebuah jabatan, Nabi tegas menolaknya, “Kamu lemah, dan ini adalah amanah sekaligus dapat menjadi sebab kenistaan dan penyesalan di hari kemudian bila diselewengkan.”

(HR. Muslim).

 

Menurut Imam Ghazali, bahwa kehancuran rakyat diakibatkan hancurnya ulama dan penguasa yang tidak amanah. “Rusaknya para ulama itu karena kecintaan pada harta dan kedudukan. Siapa saja yang terpedaya oleh kecintaan terhadap dunia, tidak akan kuasa mengawasi hal-hal kecil. Lalu bagaimana pula dia hendak melakukan pengawasan terhadap penguasa dan perkara besar?.”

 

Seorang pemikir Machiavelli, dalam bukunya, ‘The Prince’, berpendapat, bahwa untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan harus dengan menghalalkan segala cara: berbohong, memfitnah, bahkan menghabisi lawan politiknya. Inilah jurus yang menggiurkan bagi orang-orang yang senang dengan kekuasaan.

 

Menurutnya, agama tidak perlu campur tangan dalam urusan pemerintahan dan rakyat, bahkan harus dipinggirkan saja. Harus disekulerkan antara urusan agama dan pemerintahan, karena agama ‘penghambat’ bagi kemajuan dunia.

 

Dalam kesempatan lain, Rasulullah berpesan, “Sungguh, manusia yang paling dicintai Allah pada hari kiamat dan paling dekat kedudukannya di sisi Allah ialah pemimpin yang adil. Orang yang paling dibenci Allah dan paling jauh kedudukannya dari Allah adalah pemimpin yang zalim” (HR Tirmidzi).

 

Kemudian, bagaimana sikap kepemimpinan Rasulullah yang harus diteladani?

 

Tersebut dalam Surat At-Taubah ayat 128. Pertama, ‘Azizun, sikap sense of crisis, peka atas kesulitan rakyat yang ditunjukkan dengan kemampuan berempati dan simpati kepada pihak-pihak yang kurang beruntung.

 

Kedua, Harishun, sikap sense of achievement, yaitu semangat dan perjuangan yang sungguh-sungguh, agar seluruh masyarakat yang dipimpinannya dapat meraih kemajuan, kemakmuran, keadilan dan kesejahteraan secara merata.

 

Ketiga, Ra’ufun, sikap sense of humanity, suka mengasihi dan menyayangi. Setiap mereka yang dipercaya menjadi pemimpin, harus membumikan kasih sayang Allah dan Rasul-Nya itu dengan cara mencintai, melayani dan memfasilitasi rakyatnya sepenuh hati.

 

Rasulullah SAW. mengingatkan, ”Barang siapa yang menipu kami, bukanlah dia dari golongan kami.” (HR Muslim). Termasuk pemimpin yang tidak memiliki tiga sikap di atas, Allah mengancam dengan azab yang sangat pedih

(QS. 42:42).

 

Simpulan

 

Tiga sikap pemimpin yang benar untuk dipilih, ‘azizun, harishun dan ra’ufun. Bukan pemimpin yang menang, yang suka menghalalkan segala cara dengan konspirasi jahatnya. 

 

Pilihlah pemimpin yang benar, yang menempatkan posisinya sebagai pelayan masyarakat (khadimul ummah), bukan pemimpin yang minta dilayani dan difasilitasi.

-----------------------------------------------------------------

Kranggan Permai, Jum’at Penuh Berkah, 12 Rajab 1444 H./3 Pebruari 2023 M. Pukul 05.11 WIB.

 

Bagikan :

Komentar

Tambah Komentar (0)

Batal

Balas Komentar

Komentar Berhasil diterbitkan
Komentar tidak dapat diterbitkan Silakan coba lagi..!
Alamat email yang anda masukkan salah..!
Alamat web yang anda masukkan salah..!
Kode Captcha yang anda masukkan salah...!
Bidang tidak boleh ada yang kosong....!

File Download
Youtube
Polling