SLIP OF TONGUE
Bismillaah,
SLIP OF TONGUE
Di era digital ini, lisan kita sudah mulai digantikan oleh jari jemari untuk berkomunikasi. Lewat gawai smart phone, kita bisa berinteraksi sosial satu sama lain.
‘Lisan lebih tajam daripada pedang’, ‘Keselamatan seseorang tergantung dalam menjaga lisannya’, ‘Tergelincirnya kaki lebih selamat daripada tergelincirnya lisan’, dan ‘Lisan dapat menusuk apapun yang tidak bisa ditusuk oleh jarum’. Demikian, beberapa kalimat bijak tentang lisan.
Inspirasinya adalah, siapapun akan menjadi nista, hina dan susah hidupnya, ketika tidak mampu menjaga lisannya. Dan sebaliknya, siapapun akan menjadi mulia dan terhormat, ketika yang keluar dari lisannya ucapan-ucapan yang baik, do’a, nasehat dan amar ma’rif nahi munkar.
Di sisi lain, memang tidak terlalu sulit bagi setiap Muslim untuk tidak mengkonsumsi makanan dan minuman haram, melakukan tindak korupsi, memakan harta riba’, melakukan zina, menggunakan narkoba atau melakukan tipu-tipu, tapi yang paling sulit baginya adalah menahan diri dari tergelincirnya lisan (Split of Tongue).
Menjaga lisan menjadi salah satu dari akhlak terpuji yang sangat dimuliakan dalam Islam. Rasulullah SAW., pernah berpesan, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.”
(HR. Bukhari dan Muslim).
Juga perhatikan firman Allah SWT., "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka yang diolok-olok lebih baik dari mereka yang mengolok-olok."
(QS. 49:11).
Dengan dua pesan mulia di atas, para sahabat Rasulullah sangat berhati-hati dalam menjaga lisannya. Seperti Abu Hurairah, sahabat yang sangat terkenal karena banyak meriwayatkan hadits. Kata beliau, “Aku tidak pernah berbicara, kecuali jika saya yakin bahwa itu adalah kebaikan, dan saya akan lebih suka diam daripada mengatakan sesuatu yang sia-sia.”
Juga Umar bin Khattab, sahabat Nabi Muhammad SAW yang sangat dikenal karena sifatnya yang tegas dan adil. Namun, di balik ketegasannya, Umar sangat menjaga lisannya. Suatu ketika, Umar bin Khattab pernah berkata, “Aku sangat menyesal apabila aku berbicara sesuatu yang tidak perlu, dan aku selalu merasa lebih tenang ketika aku diam.”
Demikian halnya, Siti Aisyah RA., isteri Rasulullah SAW., yang sangat dikenal karena bijak dan cerdasanya. Suatu ketika beliau ditanya tentang suatu masalah, dengan bijak beliau menjawab, “Aku tidak akan berbicara lebih banyak, kecuali jika itu benar dan bermanfaat.”
Selanjutnya, dalam Bidayatul Hidayah, Imam Al-Ghazali, menjelaskan ada empat tujuan Allah menciptakan lisan.
Pertama, Dzikrullah. (memperbanyak mengingat Allah).
Dengan lisan, kita bisa mengingat Allah bukan hanya dalam bentuk ibadah individual, tapi juga untuk ibadah-ibadah sosial atau amal jama’i lainnya.
Kedua, Tilawatul Qur’an. (membaca Al-Qur’an).
Tugas utama lisan adalah membaca ayat-ayat Allah. Membaca Al-Qur’an menjadi salah satu kemuliaan besar dibanding kemuliaan-kemuliaan membaca yang lain, apalagi ditambah dengan pemahaman, pengamalan dan mentadabburinya.
Ketiga, Da’wah Fillah. (Mengajak manusia ke jalan yang benar).
Melalui lisan, para penceramah, muballigh, asatidz, kyai dan tokoh agama membimbing dan mengajak umat untuk melakukan ketaatan di jalan Allah. Tapi harus dihindari dari memasang tarif atau pilih-pilih tempat da’wah. Jangan pula sampai bertransaksi proyek lewat da’wahnya.
Keempat, menampakkan isi hati melalui lisan untuk kebaikan.
Dalam poin ini, untuk urusan agama dan dunia, hati tidak sepenuhnya bisa diandalkan. Maka, diperlukan lisan sebagai wujud dari isi hati untuk memperjelas tujuan kebaikan.
Tidak kurang dari 50 kali dalam Al-Qur’an, Allah menyebut nama-Nya sebagai Yang Maha Mendengar. Sehingga, tidak ada satu kata, kalimat atau suara pun yang keluar dari lisan manusia, baik dengan nada, gaya, bahasa, lembut atau keras, semuanya pasti didengar Allah. (QS. 43:80).
Bahkan, dari Sahl bin Sa’ad RA., Rasullullah SAW., lebih menegaskan lagi, “Barang siapa yang mampu menjaga di antara dua tulang rahangnya (lisan) dan di antara dua kakinya (kemaluan), maka akan selamat menjadi ahli surga. Karena sebagian besar penghuni neraka disebabkan dua hal itu.” (HR. Bukhari).
Sebuah 'ibrah berharga viral di medsos, akibat tergelincirnya lisan seorang yang bergelar 'Gus', meski sudah minta maaf di depan publik, tetap 'dihujat.'
Simpulan
Jejak digital karena tergelincirnya lisan, sangat berdampak buruk, bukan hanya hukuman moral, kehilangan kesempatan untuk berkompetisi baik dalam karir atau jabatan, bahkan sanksi sosial lainnya juga akan diterima sampai pada keluarganya.
Wallahu A’lam …
-----------------------------------------------------------------
Oleh : Nur Alam, Jum’at Penuh Berkah, 5 Jumadil Akhir 1446 H./6 Desember 2024 M. Pukul 04.50 WIB.