WHERE IS GOD ALLAH?
Bismillaah,
Ada penggalan percakapan, berbunyi, “Katakan saja kepada majikanmu, kalau kambing itu dimakan serigala.” “Kemudian, di mana Allah”?, jawabnya singkat.
“Jika tuan menyuruh aku berbohong, di mana Allah? Bukankah Allah Maha Melihat? Apakah tuan mau menjerumuskanku ke dalam neraka, karena telah berbohong.” Demikian jawabnya jujur.
Dialog singkat di atas terjadi antara sang khalifah Umar bin Khattab dengan seorang anak pengembala ternak di Mekkah, untuk menguji kejujuran anak tersebut terhadap hewan ternak yang dititipkan majikan kepadanya.
Di tanah air ini, masih adakah kisah ‘orang-orang kecil’ seperti kisah di atas. Ada kisah Mujenih, petugas kebersihan KRL yang menemukan uang 500 juta rupiah dalam kantong plastik. Ada nama Agus Chaeruddin, seorang OB Bank Mandiri Syariah Bekasi, penemu uang 100 juta rupiah dalam tong sampah.
Juga ada kisah Mulyadi yang menemukan uang 100 juta rupiah di toilet. Ada kisah Maksum, yang menemukan uang di sebuah ATM. Terakhir, ada Edi Sanjaya, seorang OB di Mall Jakarta Utara, menemukan dompet berisi 70 juta rupiah milik seorang pengacara kondang. Semua barang temuan tersebut dikembalikan ke pemiliknya.
Itulah kisah kejujuran ‘orang-orang kecil’ yang sangat mengharubirukan hati kita, di tengah kita sedang mengalami krisis orang-orang jujur di negeri yang mayoritas Muslim ini. Nah, bagaimana kisah ‘orang-orang besar’ kita di negeri ini?
Iya, memang ada di antara ‘orang-orang besar’ kita yang masih jujur, meski jumlahnya relatif sedikit. Bahkan, yang sedang terjadi hari ini adalah menemukan orang jujur itu sangat langka. Lebih mudah mencari jarum yang hilang dalam tumpukan lumbung padi, ketimbang mencari orang jujur.
Kejujuran menjadi barang langka. Apalagi dalam politik. Padahal, kejujuran mutlak diperlukan dalam hal apapun. Kita hampir tidak pernah mendengar ada politisi kita yang dikenal karena kejujurannya. Seakan-akan, jujur itu barang haram dalam berpolitik.
Kita rindu dengan kisah-kisah kejujuran dalam berpolitik. Seperti kisah seorang khalifah menemui tamunya. Ketika akan memulai pembicaraan, sang khalifah bertanya, “Ini urusan negara atau pribadi? Jika urusan pribadi, saya akan matikan lampu minyak di istana ini.”
Mengapa harus dimatikan? Karena lampu minyak ini fasilitas negara, fasilitas umat. Sang khalifah tidak mau menggunakan fasilitas umat untuk urusan pribadi. Betapa langka sosok pemimpin jujur seperti ini, di negeri ini dan saat ini.
Dalam pengajian bulanan di PP Muhammadiyah, Jakarta, Prof. Salim Said, pernah mengingatkan kita, “Negara Indonesia tidak bisa maju, lantaran Tuhannya sendiri tidak pernah ditakuti oleh para pejabatnya, termasuk para penegak hukumnya”.
Lanjut beliau, negara-negara lain bisa maju, karena ada yang ditakuti. Seperti Singapura bisa maju, karena merasa penduduknya mayoritas Cina. Di mana secara geostrategis politik, mereka takut dikuasai bangsa Melayu. Ada yang ditakuti, maka Singapura bisa menjadi negara maju di dunia.
Mantan Pengawas KPK, Abdullah Hehamahua, ketika mengisi pengajian perdana Muhammadiyah Ranting Kecamatan Jatisampurna, Kota Bekasi, menegaskan, “Ada sekitar 19 titik sumber energi di perut bumi Indonesia. Kalau semua itu dikelola dengan jujur, negara mampu mensubsisdi rakyatnya 3,5 sampai 5 juta per-bulan per-keluarga.”
Di mana Allah (Where is God Allah)? Sebuah ucapan sederhana, tapi punya power luar biasa. Ucapan itu telah meluluhlantakan hati seorang hamba yang sudah tersentuh hidayah Allah, mengokohkan istiqamahnya di jalan kebenaran dan memerdekakan dirinya dari aksesoris hidup duniawi sesaat.
Di mana Allah? Sebuah kalimat yang dapat menyelamatkan seorang hamba dari perkara yang Allah sangat benci. Kalimat yang menyelamatkan seseorang dari kebohongan dan ketidakjujuran. Kalimat yang menyelamatkan seseorang dari berbagai kemaksiatan dan kemunafikan hidup ini.
Ketika kita merasa sendirian. Ketika kita ingin bermaksiat. Ketika kita dihadapkan pada pilihan hidup yang sangat sulit. Dan bahkan ketika kita ingin berkoalisi, maka ingatlah, “Di mana Allah”? Ketika kita mau melibatkan Allah dalam semua urusan hidup ini, Allah pasti bimbing kita ke jalan terbaik, di dunia dan akhirat (QS. 29:69).
Pesan moral di atas menjadi penting, setiap momen kita memperingati Milad Rasulullah SAW. Ketika nilai-nilai kejujuran sudah semakin jauh dari teladan yang pernah dicontohkan beliau kepada kita (QS. 33:21).
Simpulan
Di mana, bagaimana, kapan dan bersama siapapun kita berada, ingatkan diri ini, “Di mana Allah”?.
Wallahu A’lam …
------------------------------------------------------------------
Oleh : Drs. H. Nur Alam, MA | Praktisi Pendidikan, Jum’at Penuh Berkah, 10 Rabi’ul Awwal 1446 H./13 September 2024 M. Pukul 05.17 WIB.