GERHANA MATAHARI PERINGATAN DAN RAHMAT ALLAH



 

Bismillah,

 

                GERHANA MATAHARI,

     PERINGATAN DAN RAHMAT ALLAH

 

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله (امابعد)

قال تعالى فى محكم كتابه : وتزودوا فان خيرالزاد الزاد التقوى واتقوانى يااولى الالباب

 

Ikhwani wa akhwati rahimakumullah...!

 

Salah satu ciri khas orang beriman adalah mudah untuk menangkap pesan-pesan yang dikirim Allah SWT. kepada para hamba-Nya, baik pesan yang tersurat maupun tersirat.

 

Pesan-pesan Allah itu ada yang dikirim melalui ayat-ayat yang tertulis dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW. Ada pula yang dikirim melalui ayat-ayat yang terlihat di alam semesta ini. Allah berfirman, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, juga pergantian malam dan siang, terdapat ayat-ayat (tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang berakal.” (QS. 3:190).

 

Kemudian, di antara tanda-tanda kebesaran Allah di alam semesta ini adalah terjadinya gerhana matahari dan bulan. Peristiwa tersebut menunjukkan betapa besar kekuasaan Allah SWT. atas alam semesta ini.

 

Hari ini, Kamis, 20 April 2023, di penghujung Ramadhan 1444 H., kita sedang menyaksikan fenomena alam berupa Gerhana Matahari Hibrida (Total dan Cincin), yaitu di mana sebagian besar wilayah Indonesia mengalami gerhana total dan sebagian kecil mengalami gerhana cincin.

 

Gerhana ini adalah bukti kebesaran Allah. Gerhana bukan sebagaimana diyakini sebagain masyarakat dulu, yaitu  peristiwa ditelannya bulan, atau penanda bencana bagi petani, peternak, dan lainnya. Keyakinan seperti itu tidak benar, tidak berdasar dan sangat sesat menyesatkan.

 

Di dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman, “Tidaklah mungkin bagi matahari mengejar bulan, dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Masing-masing beredar pada garis edarnya.” (QS. 36:40).

 

Ayat ini menjelaskan bahwa terjadinya gerhana adalah ketika matahari, bulan, dan bumi berada di satu garis lurus. Jika bulan menghalangi cahaya matahari ke bumi, maka terjadilah gerhana matahari. Jika bumi menghalangi cahaya matahari sampai ke bulan, maka terjadilah gerhana bulan. Itulah fenomena alam yang sering terjadi.

 

Di zaman Nabi, ketika gerhana matahari terjadi, muncul kabar di kalangan sahabat Nabi, bahwa fenomena ini terjadi karena wafatnya putra beliau yang bernama Ibrahim. Nabi pun tahu sedang beredar kabar ini di kalangan sahabatnya di Madinah. Maka, langsung beliau tegaskan, “Sesungguhnya matahari dan bulan tidak mengalami gerhana karena wafatnya atau hidupnya seseorang. (HR. Bukhari).

 

Dengan peristiwa gerhana matahari tersebut, maka Nabi pun bergegas menuju ke masjid dan mengajak para sahabatnya untuk menunaikan shalat gerhana. Dalam khutbahnya, beliau sampaikan, “Sesungguhnya matahari dan bulan termasuk ayat (tanda kebesaran) Allah. Terjadinya gerhana bukan karena wafatnya seseorang atau kelahiran seseorang. Jika kalian menyaksikan gerhana tersebut, bersegeralah untuk menunaikan shalat”. (Muttafaq ‘Alaihi).

 

Dalam riwayat lain, disebutkan:

 

إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللهِ، يُخَوِّفُ اللهُ بِهِمَا عِبَادَهُ

 

“Sesungguhnya matahari dan bulan termasuk ayat (tanda kebesaran) Allah. Keduanya dijadikan oleh Allah sebagai media untuk menakut-nakuti para hamba-Nya.” (HR. Muslim).

 

Salah satu hikmah dari gerhana matahari atau bulan adalah sebuah peringatan dari Allah untuk para hamba-Nya, agar mereka meningkatkan ketaatan kepada-Nya dan meninggalkan segala jenis perbuatan maksiat. Juga agar mereka takut dengan azab Allah, yang bisa turun kapan dan dimana pun saja. (QS. 17:59).

 

Rasulullah SAW. memotivasi umatnya untuk menjalankan hal-hal yang bisa mencegah turunnya azab, di antaranya dengan beramal shalih, mendirikan shalat, dzikir, do’a, shadaqah, taubat dan seterusnya (HR. Muslim).

 

Gerhana matahari dan bulan bukan sekadar peristiwa astronomi atau fenomena alam belaka. Bukan pula fenomena yang ada hanya untuk dinikmati dengan nonton bareng dengan keluarga. Namun, peristiwa ini merupakan pesan yang dikirim Allah untuk meningkatkan ketakwaan kita kepada-Nya. Maka, jadilah Muslim yang memiliki mata bathin yang tajam terasah.

 

Mata bathin yang tumpul, biasanya akibat minimnya spiritualitas dan efek buruk dari dosa dan maksiat yang dilakukan hamba. Maka, teruslah belajar ilmu-ilmu syar’i agar semakin terasah kepekaan kita dalam menangkap pesan-pesan Allah, baik yang tersirat maupun yang tersurat.

 

Hikmah lainnya adalah bahwa gerhana ini menjadi rahmat (kasih sayang) Allah bagi manusia di jagat raya ini, di antaranya.

 

Pertama, ada pelajaran aqidah penting di dalamnya. Khusus terkait dengan gerhana, ada satu keyakinan mistik pada tingkat global yang terdapat dalam banyak peradaban manusia, bahwa peristiwa ini adalah akibat dari makhluk raksasa memakan matahari. Tentu saja ini suatu kekeliruan, selain bertentangan dengan aqidah Islam, juga bertentangan dengan ilmu pengetahuan modern.

 

Kedua ada pandangan sekuler terkait gerhana ini. Kelompok atheis atau agnostik meletakkan fenomena gerhana matahari murni sebagai gejala alam, tidak ada hubungannya dengan Tuhan dan keimanan. Pandangan ini tidak kalah menyesatkan nya. Alam semesta dikosongkan dari campur tangan Allah. Na’udzu billah, betapa arogannya pandangan ini.

 

Terakhir, mari kita tadabbur firman Allah, ”Dan sebagian dari tanda-tanda kebesaran-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan jangan (pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya, jika kamu hanya menyembah kepada-Nya.”

(QS. 41:37).

 

Kesimpulan,

Peristiwa gerhana matahari ini, sejatinya memposisikan seorang hamba di hadapan Allah serendah-rendahnya, karena kebodohan, maksiat dan yang mereka lakukan.

 

Di sisi lain, peristiwa ini banyak merahmati kita, untuk memegang kuat-kuat aqidah salimah, agar terbebas dari kehidupan mistik dan pandangan kaum atheis agnostik yang sesat menyesatkan.   

Wallahu A’lam bis-shawwab…

-------------------------------------------------------------------

Disampaikan oleh Nur Alam (29 Ramadhan 1444 H./20 April 2023), dalam khutbah Shalat Gerhana Matahari Hibrida, di Masjid Nurul Huda, Kranggan Permai.

 

Bagikan :