VENTING CULTURE

Bismillaah,
VENTING CULTURE
Dalam interaksi sosial keseharian
kita, hampir tiada hari tanpa hadirnya media sosial untuk menyampaikan pesan,
pikiran, narasi, atau sekadar curhat kepada orang lain.
Seperti via Facebook, muncul
pesan ‘What’s on your mind?.’ Di Twitter, ada pesan, ‘What’s on your thought?'
Ada pesan, ‘Add your status,’ kata WhatsApp. Juga ada pesan, ‘Add your story,’
ucap Instagram.
Semua platform digital tersebut
menyuruh kita bercerita kepada manusia tentang aktivitas keseharian kita.
Padahal Al-Qur’an menyuruh kita hanya bercerita kepada Allah.
"Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan
kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada
mengetahuinya". (QS. 12:86).
Dan tidak ada pesan atau cerita
yang lebih baik, kecuali yang hanya mengajak ke jalan Allah saja, “Dan siapakah
yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah,
mengerjakan amal yang saleh, dan berkata, sesungguhnya aku termasuk orang-orang
yang menyerah diri?"
(QS. 41:33).
Dari ayat di atas, menegaskan
kepada kita bahwa ketika mau bercerita kepada orang lain, apalagi via media
sosial, tidak semua hal bisa disampaikan. Hanya seruan menuju Allah, beramal
shaleh, dan amalan yang mengantarkan kepasrahan kepada Allah, yang boleh
disampaikan kepada orang lain sebagai bagian dari aktivitas dakwah di jalan
Allah.
Seperti dalam kesendirian, ketika
tidak ada seorangpun yang mengetahui problem kita, kecuali kita dengan Allah,
itulah puncak dari sebuah kebahagiaan. Juga ketika tidak ada seorangpun yang
mengetahui dalamnya duka kita, sedih susahnya kita, kecuali Allah. Karena hanya
Allah yang dapat mengatasi itu semua, “Dan Allah sajalah yang dimohon
pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan". (QS. 12:18).
Budaya bercerita tentang banyak
hal kepada orang lain tidak boleh berlarut. Kita harus belajar membiasakan diri
berkeluh kesah hanya kepada Allah. Selama masih ada manusia di kanan kiri kita,
jangan pernah berkeluh kesah. Karena, harga diri manusia itu teruji ketika
istighna’uhu ‘anin nas (merasa tidak butuh kepada manusia).
Aqidah seorang Muslim yang paling
mahal adalah ketika tidak mudah mengeluh atau curhat kepada manusia. Mengeluh
atau curhat itu hanya kepada Allah. Sedangkan kepada manusia, itu musyawarah
atau diskusi tentang problem untuk mencari solusi terbaik. Dan tidak semua
manusia bisa diajak diskusi, melainkan orang yang berakal dan peduli kita.
Ibnul Jauzi, pernah menasehati
kita bahwa mengeluh kepada makhluk adalah suatu hal yang dibenci. Kata beliau,
“Para salaf dahulu membenci mengeluh kepada makhluk, meski ketika mengeluh
tersebut kadang ada ketenangan sesaat. Hal tersebut menunjukkan lemahnya iman
dan kerendahan. Bersabar atas musibah menunjukkan kuatnya iman dan kemuliaan
seseorang”
Mengapa dibenci? Karena mengeluh
kepada makhluk itu menunjukkan seseorang ‘mengeluhkan perbuatan (takdir)
Rabb-nya kepada sesama makhluk. Dan semua yang terjadi adalah takdir Alah. Kita
harus ridha dengan semua takdir-Nya. “Siapa saja yang ridha atas takdir-Nya,
maka Allah akan meridhainya. Dan barangsiapa yang murka, maka Allah murka
kepadanya.” (HR. Tirmidzi).
Rasulullah SAW., pernah mengeluh
kepada Allah, ketika dakwahnya diabaikan, Al-Qur’an dicampakkan, bahkan mereka
mengatakan bahwa Al-Quran adalah bualan Muhammad yang tukang sihir. Beliau
mengadu hal ini kepada Allah, “Ya Tuhanku!, kaumku ini sesungguhnya telah
mengabaikan Al-Qur’an”. (QS. 25:30).
Begitu pula dengan Nabi Ya’qub,
pernah mengeluh,”Sesungguhnya aku mengeluhkan keadaanku dan kesedihanku hanya
kepada Allah,” (QS. 12:86). Dan Nabi Ayyub juga pernah mengeluh, “Sesungguhnya
aku telah ditimpa penyakit dan Engkau (Allah) adalah Yang Maha Penyayang di
antara semua penyayang,” (QS. 21:83).
Dan Rasulullah SAW. mengingatkan
kita, “Barangsiapa yang tertimpa kesusahan kemudian mengadu kepada manusia,
maka kesusahannya tidak akan teratasi. Dan barang siapa tertimpa kesusahan
kemudian mengadu kepada Allah, maka Allah akan memberi jalan keluar dari
kesusahan, cepat atau lambat.”
(HR. Tirmidzi).
Mengeluh kepada Allah tidak
menafikan kesabaran atau bentuk ketidakterimaan, tapi justru akan
menguatkannya. Sedangkan, mengeluh kepada manusia, apalagi dengan berlebihan
hanya akan menambah masalah baru dan membuat hati tambah gelisah.
Menghidari diri dari budaya
bercerita kepada orang lain (Venting culture), menjadi bagian dari aqidah
seorang Muslim yang termahal dan akhlaknya yang sangat terpuji.
Kesimpulan
Prestise seorang Muslim terukur
ketika merasa tidak butuh kepada manusia. Semua bentuk curhat hanya pantas
diadukan kepada Allah. Jauhkan budaya bercerita kepada manusia, kecuali untuk
berdiskusi mencari solusi.
Wallahul musta’an …
-----------------------------------------------------------------
Oleh : Drs. H. Nur Alam, MA | Praktisi Pendidikan, Jum’at Penuh
Berkah, 18 Rabi’ul Akhir 1447 H./10 Oktober 2025 M. Pukul 05.05 WIB.