FREE HUMAN BEING



 

               

FREE HUMAN BEING

 

Satu hari lagi, bangsa Indonesia akan memperingati kemerdekaannya yang ke-79. Berbagai upacara dan lomba digelar untuk merayakannya.

 

Sebagai manusia merdeka (Free human being), bukan formalitas peringatan dan lombanya yang diutamakan, tapi jauh lebih penting bagaimana memaknai nilai-nilai hidup merdeka yang sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.      

 

Sebuah pemahaman keliru, bahwa sebuah bangsa disebut merdeka hidupnya, ketika pasukan musuh berhasil dipukul mundur dari negerinya. Seberapa besar keuntungan hengkangnya musuh, tapi sistem kehidupan penjajah yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam masih bercokol di negeri ini? Inilah yang sering dilupakan generasi kita.

 

Adalah ironi, sebagai bangsa yang merdeka mengusir penjajah, seperti Belanda, Inggris, Portugis, dan Jepang, dengan semangat takbir menggema, tapi di sisi lain, hidup merdeka masih dibelenggu dengan paham kesyirikan, materialisme, hedonisme, ribawi dan pergaulan bebas di tengah-tengah masyarakat kita.

 

Memaknai nilai merdeka yang hakiki dalam Islam adalah ketika kita sudah melepaskan diri dari semua belenggu penghambaan diri kepada selain Allah. Dan inilah misi da’wah yang mulia dari semua Nabi dan Rasul yang pernah diutus Allah (QS. 16:36).

 

Kemerdekaan suatu bangsa sangat ditentukan pada seberapa besar ikhtiar bangsa tersebut menjadikan Kalimat Tauhid sebagai motivasi dan inspirasi utama untuk penghambaan diri dari dominasi apapun dan siapapun selain Allah.

 

Nasehat indah dari Syeikh Al-‘Utsaimin, “Menjadi hamba Allah, itulah kemerdekaan yang hakiki, karena siapapun yang tidak menghamba kepada Allah, dia pasti menghamba kepada yang selain-Nya.”

 

Dikisahkan pula, bahwa ada seseorang meminta nasehat kepada imam Syafi’i. Beliau menjawab, “Allah telah menciptakanmu sebagai manusia merdeka, maka jadilah sebagaimana Dia telah menciptakanmu.”

 

Lanjut Imam Syafi’i, bukan kemerdekaan dalam makna yang difahami kebanyakan orang, yaitu kebebasan tanpa batas dan jauh dari aturan-aturan syariat Allah. Kemerdekaan yang di maksud adalah merdeka dari penjajahan hawa nafsu dan penyembahan serta ketundukan kepada selain Allah.

 

Hamba yang merdeka adalah hamba yang hanya menghadapkan wajahnya kepada Allah semata. Kemerdekaan seperti ini yang akan membawa jiwa dan raganya menuju makna kemerdekaan hakiki, “Hanya kepada-Mu Kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan” (QS. 1:5).

 

Maka, belumlah menjadi seorang Muslim merdeka, meski sudah 79 tahun hidup merdeka, ketika masih dijajah oleh perilaku syirik (taqlid, bid’ah, churafat), syahwat duniawi (pangkat, jabatan dan kemewahan) dan akhlak tercela (zina, riba, korup, menipu dan politik kotor) serta menghalalkan segala cara dalam aktivitas hidup kesehariannya

 

Berikut beberapa sosok hamba Allah yang hidup merdeka menurut konsep Al-Qur’an.

 

Pertama, kisah Nabi Ibrahim, ketika memerdekakan dirinya dari perilaku masyarakat yang keliru. Perjalanan spiritual beliau mencari Tuhan, sebagai ikhtiar memerdekakan dirinya dari orientasi hidup menyembah berhala yang sangat subur di zamannya

(QS. 6:76-79). 

 

Kedua, kisah Nabi Musa, ketika memerdekakan bangsanya dari penindasan kejam Fir’aun. Kekejaman Fir’aun adalah tidak segan membunuh dan meninstakan kaum perempuan. Kezaliman inilah yang mendorong Nabi Musa membebaskan bangsanya dari penindasan dan akhirnya menjadi bangsa yang mulia dan bermartabat

(QS. 28:4).

 

Ketiga, kisah Nabi Muhammad, ketika berda’wah dihadapkan dengan zaman jahiliyah, dengan tiga bentuk penjajahan sekaligus, mulai dari disorientasi kehidupan, penindasan ekonomi, dan kezaliman sosial. Kisah mujahadah (kesungguhan) beliau ini sangat menginspirasi untuk memaknai kemerdekaan bagi bangsa Indonesia (QS. 21:107).

 

Di Indonesia ada pak Dirman, sebagai sosok Bapak TNI kita. Beliau tidak pernah menghamba kepada siapapun, selain Allah. Dengan tauhidnya yang lurus, beliau dijaga Allah dari rencana makar Belanda. Beliau selalu menjaga wudhu'-nya, shalat tepat waktu dan ikhlas berjuang di jalan Allah. Tiga hal inilah yang menjadi 'penjaga' nya dan memerdekakan dirinya.

 

Namun, hari ini kita sedang menangis, karena hidup manusia merdeka yang hakiki sudah jauh menyimpang. Nilai-nilai reformasi untuk hidup berkemajuan dan mencerahkan, sudah tidak sesuai dengan syariat Allah. Benarkah, hari ini kita hidup merdeka atau terjajah?      

 

Simpulan

 

Hidup manusia merdeka bukan sekedar gemerlapnya peringatan kemerdekaan dan lomba-lombanya.

 

Hal yang jauh lebih penting adalah memerdekakan diri dari segala bentuk penghambaan kepada selain Allah. 

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar

----------------------------------------------------------------

Oleh : Drs. H. Nur Alam, MA | Praktisi Pendidikan, Jum’at Penuh Berkah, 11 Shafar 1446 H./16 Agustus 2024 M. Pukul 05.25 WIB.

Bagikan :